Senin, 14 Mei 2012

Cerpen

Lembayung di Randusanga Semilir angin darat mulai bertiup membelai wajahku, mempermainkan anak rambut yang menjutai liar menutupi kening dan wajahku. Deburan ombak syahdu mengalun lembut ke dalam kalbu. Langit jingga, tanpa mendung menjadi back ground pesona alam Randusanga yang memikat. Terlihat nun jauh di tengah lautan, para nelayan tengah menuju penghidupannya. Dengan biduk-biduk kecil mereka menantang ganasnya gelombang, seakan daun-daun kering yang tak berharga. Bukan mereka tak takut, tapi karena keadaan lah yang memaksa. Kondisi yang kekurangan mendorong mereka ke tengah lautan menentang gelombang.Demi sesuap nasi, tak peduli maut yang mengancam tiap saatnya, mereka hanya berpasrah pada Allah. Ku sandarkan kepalaku pada bahumu yang kukuh. Aroma parfum yang maskulin begitu kuat menyeruak penciumanku. Kubiarkan pikiranku terhanyut bersama air yang silih mudik berganti menerpa bibir pantai, yang membawa butir-butir pasir dari dasar laut dan menghempaskannya kembali ke daratan. Lembayung telah membayang, tapi aku enggan untuk bangkit menyudahi pemandangan cantik yang disuguhkan Randusanga. Ku pejamkan mataku sejenak meresapi saat-saat indah ini, aku tak ingin kenangan ini terhapus begitu saja. Aku ingin menyimpannya dalam memori dan tak berharap untuk melupakannya. Masih jelas terbayang dalam ingatanku saat awal perkenalan denganmu. Bagaikan sebuah roll film, jalan cerita ini dimulai. Pikirku melayang menembus dinding dimensi waktu dimensi sekarang ke masa lalu. Malam itu begitu panasnya, aku ingin mengguyur tubuhku dengan seember air dingin, tapi kondisi tubuhku basah karena berkeringat. Maka dari itu, aku memutuskan untuk mengeringkan keringat lebih dahulu sebelum masuk ke kamar mandi. “ Kamu gak mandi Yun?” tanya mba Tami yang tengah menegrjakan tugas di depan tivi. “ Bentar lah mba, masih keringetan,” jawabku sambil membaringkan tubuhku di atas sofa panjang. “ Alah, palingan Yuni juga gak mandi,” ucap mba Putri yang baru keluar dari kamar. “Eits, mandi donk.. Tapi, masih keringetan mba, takut masuk angin,” jelasku lagi. “ Biasanya gak mandi bee..,” ledek mba Putri lagi. “ Ih, biasanya mandi kok..,” ujarku membela diri. “ Iya, Yuni mandi sana..!!! Bau tauk.....,” seru mba Merly yang baru saja muncul. “ Iya mba, iya. Aku mandi..,” sungutku. Akupun bergegas masuk kedalam kamar dan mengambil baju ganti dan segera masuk kedalam kamar mandi setelah mengambil handuk dan sabun. “ Ah, segarnya... ,” seruku saat segayung air menyiram tubuhku. Tak perlu waktu lama untuk mandi, akupun keluar dengan tubuh yang segar namun hangat. “ Udah selesai Yun? Kok cepet banget?? Mandi gak tuch???” ledek mba Tami saat melihatku keluar. “Hehe, cepet donk, mandi kan gak perlu waktu lama mba...,” jawabku sekenanya saja sambil duduk kembali di atas sofa. Di ruang tivi hanya ada aku dan mba Tami, mba Merly di kamar depan, dan mba Putri di kamar belakang. Sementara mba-mba yang lain belum pada pulang. Semenjak aku kuliah, aku memang harus hidup di kost. Jarak rumah yang cukup jauh tak memungkinkan untuk dilaju. Beruntung, aku mendapatkan kost yang nyaman dan penghuninya ramah hingga membuatku betah untuk tinggal. “Yun, aku mau bilang sesuatu,” kata mba Arum yang tiba-tiba muncul dari dalam kamar. “ Apa mba..?” tanyaku penasaran. “Tapi ini rahasia ya, jangan bilang sama siapa-siapa...” ucapnya kembali dengan lirih di dekatku. “ Emang apaan sich mba?” tanyaku dengan penuh tanda tanya. “ Kamu dapet salam dari Mohamad Miftah dari 6B....” bisik mba Arum serius. “ Hah? Mohamad Miftah 6B? Yang kaya sie mba? Kok aku gak tau sie? Ujarku heran. “ Itu lho, yang putih banget, kaya cina....” jelas mba Arum. “ Mm, gak tau mba... Aku gak kenal...” keluhku dengan putus asa. “ Yah, masa sie kamu gak kenal? Yang putih banget, sipit kaya cina....” jelas mba Arum lagi tak putus asa. “ Gak tau...” ku gelengkan kepalaku dengan pasrah. “ Hem, ya udah dech.... Besok kamu liat sendiri aja....” kata mba Arum menyerah. “ Heheheh... Iya dech.... ^^” kataku denga tersipu malu. Dan, sejak malam itu aku selalu di hantui rasa penasaran terhadap sosok itu. Aku begitu penasaran, karena aku sama sekali tak mengenal orang yang bernama Mohamad Miftah. Jangankan untuk mengenal, sekedar tahu aja gak. Dia begitu misterius dan menarik perhatianku. Aku berharap bahkan sangat berharap bisa menemukan makhluk satu ini.... Dan, memang keberuntunganku, aku bisa menemukan orang yang kucari tanpa perlu aku bersusah payah tuk mencari. Berawal dari pingsannya sahabatku, Nir, aku mengenalnya lewat mata. Tanpa kata itu cukup menjelaskan kepadaku tentang siapa dia. “ Mas tahu aku dari siapa sie???” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku saat kami pergi berkencan tuk yang pertama kalinya. “Mm... Dari Pak Edi...” jawabmu sekenanya. “ Bohong lah..” kataku sambil merajuk manja. Dan, candaan-candaan ringan mengawali perjumpaan kita tuk yang pertama kalinya.... Ah, tak kusangka kau begitu supel dan lucu. Jauh dari image yang selama ini tampak dimataku..... Kau memang misterius, dan tak bisa ditebak kemana arah pikiranmu. Hampir tiapa hari kau kirimi aku pesan-pesan yang singkat namun mengandung art yang menalam buatku... Penuh perhatian, tanpa bualan yang justru membuatku jatuh hati padamu.. ah, begitu mudahnya aku jatuh cinta..... Dan kini, dikala senja di pantai Randusanga kau berikan bahumu tuk menjadi sandaranku. Menatap langit jingga, ditemani deburan ombak dan angin yang membelai lembut, kita hanya diam membisu, berkata dalam diam, berusaha tuk memahami dan menyelami pribadi masing-masing. “De, mas sayang adek. Sejak pertama kali melihat kamu, mas sadar hati ini sudah tercuri sama kamu....” perlahan bagaikan hujan kau katakan kata-kata itu, membuatku sedikit kaget. Aku hanya terdiam tanpa mampu tuk berkata. Karenaku hanya terdiam, kaupun meneruskan kembali.. “ Kamu mau gak nerima mas jadi cowok kamu?” tanyaku padaku. Kamu bangkit dan menatapku lekat kedalam bola mataku. Aku tak mampu tuk berucap, antara malu, gugup, dan exiting luar biasa. Mungkin jika ada cermin disitu, aku bisa melihat wajahku yang mirip kepiting rebus. “Mm.......” aku berpikir keras tuk menjwab pertanyaan itu. “ Kenapa de? Apa kamu gak sayang sama mas atau udah ada cowok dihati kamu???” tanyamu penuh selidik. “Bukan mas, aku... aku....Aku cuma gak percaya, mas nembak aku?” jawabku membela diri. “Kenapa gak percaya de? Mas serius sayang sama kamu...” kamu menegaskan kembali padaku. “ Mm... aku juga sayang sama mas.., tapi...,” jawabku menggantung... “Tapi kenapa de???” kamu begitu penasaran terhadapku. “ Aku ragu mas, aku takut mas kecewa ma aku,” kataku dengan tegar. “Kenapa mas harus kecewa ma kamu??? Denger dek, mas gak pernah liat orang dari fisiknya, tapi dari hatinya. Hati adek tulus, kepribadian kamu unik, kamu tuch orangya supel, percaya diri, mandiri tapi kadangan manja banget, mas ngerasa nyaman sama kamu.... Mas tau kok, kamu mang gak cantik, di kampus banyak cewek cantik, tapi gak da yang semanis kamu...” katamu panjang lebar membuatku semakin bersemu. “ Kamu mau kan dek?” tanyamu kembali. “ Mmmm.... Iya mas, aku mau....” jawabku malu-malu. Kau tersenyum manis padaku, begitu manis sehingga aku merasa manisan Carica pun kalah dengan senyuman mu itu....... “ Makasih ya dek....” katamu tersenyum bahagia dan aku hanya tertunduk malu saat kau kecup keningku dengan lembut dan memeluk tubuhku dengan kasih..... Kala senja, lembayung langit membayang. Dua anak manusia mengukir janji di Randusanga.... Banyumas, 23 Juli 2012 Pukul 22.29 Catatan: Kisah ini ditulis berdasarkan kisah nyata, namun mendapatkan penambahan dibeberapa bagiansesuai imajinasi penulis.... ^^ Didedikasikan spesial untuk mba Arum, yang dah mau jadi temen curhat aku di kost Bombastis, dan buat Sapiii, maksih udah hadir dalam hidupku.... ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar